PERCOBAAN V
RESIN
PENUKAR ION
I.
Tujuan
1.1 Mengetahui
dan memahami teknik pemisahan dengan metode penukar ion
1.2 Menentukan
kapasitas resin penukar ion
II. Tinjauan
Pustaka
Resin adalah senyawa hidrokarbon
terpolimerisasi sampai tingkat yang tinggi yang mengandung ikatan-ikatan hubung
silang (cross-linking) serta gugusan yang mengandung ion-ion yang dapat
dipertukarkan . Berdasarkan gugus fungsionalnya, resin penukar ion terbagi
menjadi dua yaitu resin penukar kation dan resin penukar anion. Resin penukar
kation, mengandung kation yang dapat dipertukarkan. sedang resin penukar anion,
mengandung anion yang dapat yang dapat dipertukarkan (Lestari,2007).
Penukar
ion adalah pertukaran ion-ion secara reversible antara cairan dan padatan.
Pertukaran ion antar fasa yang berlangsung pada permukaan padatan tersebut
merupakan proses penyerapan yang menyerupai proses penyerapan. Dalam pengolahan
air, penukar ion dapat digunakan dalam pelunakan air, demine-ralisasi atau “recovery” ion-ion metal yang terdapat di
dalam air. Bahan penukar ion merupakan suatu struktur organik/anorganik yang
berupa gugus-gugus fungsional berpori. Kapasitas penukaran ion ditentukan oleh
jumlah gugus fungsional per-satuan massa resin. Penukar ion positif (resin
kation) ialah resin yang dapat mempertukarkan ion-ion positif dan penukar ion
negatif ialah resin yang dapat mempertukarkan ion-ion negatif. Resin kation
mempunyai gugus fungsi asam, seperti sulfonat, sementara resin anion mempunyai
gugus fungsi basa, seperti Amina. Resin penukar ion dapat digolongkan atas
bentuk gugus fungsi asam kuat, asam lemah, basa kuat, dan basa lemah (Anonim,
2007).
Suatu
resin penukar ion yang ingin direaksikan dalam suatu sistem dapat dilakukan
dengan memasukkan gugus-gugus dari suatu resin yang terionkan kedalam suatu
matriks polimer organik, yang paling lazim di antaranya ialah polisterina
hubungan silang yang di atas digunakan sebagai absorben. Produk tersedia dengan
berbagai derajat hubungan silang. Suatu resin umum yang lazim ialah resin
“8% terhubung silang” yang berarti kandungan divenilbenzenanya 8 %. Resin-resin
itu dihasilkan dalam bentuk manik-manik bulat, biasanya dengan 0,1-0,5 mm,
meskipun ukuran–ukuran lain juga tersedia (Svehla, 1985).
Resin
pertukaran ion merupakan bahan sintetik yang berasal dari aneka ragam bahan,
alamiah maupun sintetik, organik maupun anorganik, memperagakan perilaku
pertukaran ion dalam analisis laboratorium di mana keseragaman dipentingkan
dengan jalan penukaran dari suatu ion. Pertukaran ion bersifat stokiometri,
yakni satu H+ diganti oleh suatu Na+. Pertukaran
ion adalah suatu proses kesetimbangan dan jarang berlangsung lengkap, namun tak
peduli sejauh mana proses itu terjadi, stokiometrinya bersifat eksak dalam arti
satu muatan positif meninggalkan resin untuk tiap satu muatan yang masuk. Ion
dapat ditukar yakni ion yang tidak terikat pada matriks polimer disebut ion
lawan (Counterion). Pada
umumnya senyawa yang digunakan untuk kerangka dasar resin penukar ion asam kuat
dan basa kuat adalah senyawa polimer stiren divinilbenzena. Ikatan kimia pada
polimer ini amat kuat sehingga tidak mudah larut dalam keasaman dan sifat basa
yang tinggi dan tetap stabil pada suhu diatas 150oC
(Underwood, 1989).
Resin
dapat digunakan dalam suatu analisis jika resin itu harus cukup terangkai
silang, sehingga keterlarutan yang dapat diabaikan, resin itu cukup hidrofilik
untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui strukturnya dengan laju yang terukur
dan berguna. Selain itu, resin juga harus menggunakan cukup banyak gugus
penukar ion yang dapat dicapai dan harus stabil kimiawi dan resin yang sedang
mengembang, harus lebih besar rapatannya daripada air (Harjadi, 1993).
Prinsip-prinsip dasar dari pertukaran ion telah
banyak menetapkan penelitian-penelitian dalam sistem air, serta menghasilkan
penetapan-penetapan yang berguna. Namun lingkup dari pertukaran ion telah
diperluas selama sekitar dekade terakhir ini, dengan menggunakan baik sistem
pelarut organik, maupun sistem pelarut campuran air-organik. Pelarut-pelarut
organik yang umum digunakan adalah senyawaan-senyawaan akso dari tipe alkohol,
keton dan karboksilat yang umumnya mempunyai tetapan dielektrik dibawah 40 (Svehla,
1985).
Semua penukar ion yang bernilai dalam analisis,
memilih beberapa kesamaan sifat: mereka hampir-hampir tak dapat larut dalam air
dan pelarut organik, dan mengandung ion-ion katif dan ion-ion lawan yang akan
bertukar secara reversibel dengan ion-ion lain dalam larutan yang
mengelilinginya tanpa terjadi perubahan-perubahan fisika yang berarti dalam
bahan tersebut. Penukaran ion bersifat kompleks dan sesungguhnya adalah
polimerik. Polimer ini membawa suatu muatan listrik yang tepat dinetralkan oleh
muatan-muatan pada ion-ion lawannya (ion aktif). Ion-ion aktif ini berupa
kation-kation dalam penukar kation, dan berupa anion-anion dalam penukar anion
(Bassett, 1994).
Larutan yang melalui kolom disebut influent,
sedangkan larutan yang keluar kolom disebut effluent. Proses
pertukarannya adalah serapan dan proses pengeluaran ion adalah desorpsi atau
elusi. Mengembalikan resin yang sudah terpakai ke bentuk semula disebut
regenerasi sedangkan proses pengeluaran ion dari kolom dengan reagent yang
sesuai disebut elusi dan pereaksinya disebut eluent. Yang disebut
dengan kapasitas pertukaran total adalah jumlah gugusan-gugusan yang dapat
dipertukarkan di dalam kolom, dinyatakan dalam miliekivalen. Kapasitas
penerobosan (break through capacity) didefinisikan sebagai banyaknya
ion yang dapat diambil oleh kolom pada kondisi pemisahan; dapat juga dikatakan
sebagai banyaknya miliekivalen ion yang dapat ditahan dalam kolom tanpa ada
kebocoran yang dapat teramati. Kapasitan penerobosan lebih kecil dari kapasitas
total pertukaran kolom dan tidak tergantung terhadap sejumlah variabel,
seperti tipe resin, afinitas penukaran ion, komposisi larutan, ukuran partikel,
dan laju aliran (Khopkar, 1990).
III. Alat
dan Bahan
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain
corong pisah, kolom resin, erlenmeyer 50 ml, neraca analitik, buret 25 ml,
pipet tetes, klem dan statif, botol semprot, corong kaca, dan gelas ukur 100
ml.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam perobaan ini antara lain
resin penukar kation dan anion, larutan Na2SO4 0,25 M,
NaOH 0,1 N, indikator PP, aquades, larutan AgNO3 0,1 M, larutan NaNO3,
indikator K2CrO4 dan kapas.
IV. Prosedur
Kerja
4.1 Resin
penukar kation
Menyiapkan kolom resin penukar ion dan menambahkan
ke dalam kolom resin tersebut 1 gram resin penukar kation yang telah ditimbang
sebelumnya. Selanjutnya menuangkan ke dalam kolong resin tersebut air suling
untuk melindungi resin dengan permukaan air tetap 1 cm di atas permukaan resin.
Kemudian menambahkan 50 ml Na2SO4 0,25 M melalui corong pisah
di atas kolom dengan kecepatan penetapan 2 ml/detik atau ± 1 tetes/2 detik, dan
menampung efluen dalam erlenmeyer.
Setelah semua efluen telah tertampung, menitrasi
efluen dengan larutan standar NaOH 0,1 M dengan indikator PP sampai terjadi
perubahan warna menjadi merah, lalu menghitung kapasitas resin penukar
ionnya.
4.2 Resin
penukar anion
Menyiapkan kolom resin penukar ion dan menambahkan
ke dalam kolom resin tersebut 1 gram resin penukar anion yang telah ditimbang
seelumnya. Selanjutnya menuangkan ke dalam kolom resin tersebut air suling
untuk melindungi resin dengan permukaan air tetap 1 cm di atas permukaan resin.
Kemudian menambahkan 50 ml NaNO3 melalui corong pisah di atas kolom
dengan kecepatan penetapan 2 ml/detik atau ± 1 tetes/2 detik, dan menampung
efluen dalam erlenmeyer.
Setelah semua efluen tertampung, menitrasi efluen
denganlarutan standar AgNO3 0,1 M dengan larutan indikator K2CrO4,
lalu menghitung kapasitas resin penukar ionnya.
V. Hasil
dan Pembahasan
5.1 Hasil
Pengamatan
No.
|
Perlakuan/Jenis
Resin
|
Titran
|
Volume
Titran (mL)
|
1
|
Resin penukar kation
|
NaOH
0,1 M
|
0,2
|
2
|
Resin penukar anion
|
AgNO30,1
M
|
0,1
|
5.2 Analisis
Data
Diketahui : M NaOH (a1) = 0,1 M ~ 0,1 N
M AgNO3 (a2) = 0,1 M ~ 0,1 N
Volume NaOH (V1) = 0,2 mL
Volume AgNO3 (V2) = 0,1 mL
Berat resin kation (W1) = 1 gram
Berat resin anion (W2) = 1 gram
Ditanya
: a) Ckation = ...?
b) Canion = ...?
Penyelesaian:
a) Ckation
= C1
= 0,02 meq/gram
b) Canion
= C2
= 0,01 meq/gram
5.3 Pembahasan
Resin penukar ion adalah suatu bahan padat yang
memiliki bagian (ion positif atau ion negatif) tertentu yang bisa dilepas dan
ditukar dengan bahan kimia lain dari luar. Terdapat dua jenis resin penukar
ion, yaitu resin penukar kation dan resin penukar anion. Pada resin penukar
kation, kation yang terikat pada resin akan digantikan oleh kation pada larutan
yang dilewatkan. Begitu pula pada resin penukar anion, anion yang terikat pada
resin akan digantikan oleh anion pada larutan yang dilewatkan.
Percobaan ini bertujuan untuk memahami dan
mengetahui teknik pemisahan dengan metode penukar ion dan menentukan kapasitas
resin penukar ion kation dan anion berdasarkan prinsip kerjanya, yaitu
pertukaran ion yang terikat pada polimer pengisi resinnya dengan ion yang
dilewatkan. Pada percobaan ini digunakan masing-masing 1 gram resin penukar
kation dan resin penukar anion.
Perlakuan pertama menggunakan resin penukar kation.
Sebelum resin penukar kation dimasukkan dalam kolom resin, terlebih dahulu
dimasukkan kapas sampai pada ujung kolom. Kapas ini berfungsi untuk menyaring
larutan yang akan menuruni kolom sehingga akan diperoleh efluen yang murni.
Resin yang dimasukkan dalam kolom resin kemudian dibasahi menggunakan aquades
agar lebih mudah bereaksi dengan larutan yang akan ditambahkan, yaitu larutan
Na2SO4 0,25 M. Aquades dijaga tetap berada 1 cm di atas
resin, karena pada perlakuan ini aquades berfungsi sebagai wadah untuk
bereaksinya resin dengan larutan Na2SO4. Penambahan
larutan Na2SO4 dilakukan dengan cara meneteskannya
sedikit demi sedikit (± 1 tetes/2 detik) menggunakan corong pisah, dengan
tujuan agar pertukaran ion H+ dan Na+ berlangsung lebih
teratur dan lebih banyak. Hal ini dikarenakan resin yang digunakan mengandung H+
dan juga bahan lainnya, dan ion H+ pada resin yang akan bertukar
dengan Na+ membutuhkan waktu untuk lepas dari ikatannya dengan ion
lain di dalam resin. Maka penambahan Na2SO4 dilakukan
secara lambat, agar Na+ dapat bertukar dengan ion H+
dengan tepat. Pada perlakuan ini, resin penukar kation yang digunakan adalah
resin yang mengandung gugus H+ yaitu yang bersifat basa kuat. Ion H+
ini nantinya akan ditukarkan dengan ion Na+ dari Na2SO4,
sehingga efluen yang terbentuk adalah efluen H2SO4. Ion H+
dan Na+ dapat bertukar karena adanya perbedaan keelektronegatifan di
mana atom H dan Na berada pada golongan yang sama, sebagaimana diketahui dari
atas ke bawah sifat keelektronegatifannya semakin kecil. Atom H berada pada
periode 1 sedangkan Na berada pada periode 3, jadi H+ lebih
elektronegatif daripada Na+, sehingga H+ lebih stabil
berikatan dengan SO42- daripada Na+. Selain
itu, H juga unsur nonlogam sehingga lebih mudah untuk membentuk kation kovalen.
Dengan demikian proses pertukaran kation dapat berlangsung.
Menurut Anonim (2013), penambahan Na2SO4
yang dilakukan melalui corong pisah bertujuan untuk membentuk H2SO4,
dan H2SO4 di sini merupakan efluen, kecepatan Na2SO4
dalam corong pisah harus sama dengan kecepatan larutan dalam kolom, yang
bertujuan untuk menjaga kestabilan volumenya. Seain itu aquades juga digunakan,
untuk menjaga agar resin tidak kering dan untuk mengeluarkan udara dari kpas
sehingga resin lebih mudah bereaksi dengan Na2SO4.
Selanjutnya, efluen yang diperoleh dititrasi dengan
larutan NaOH 0,1 M dengan menggunakan indikator fenolftalein (PP). Titran NaOH
digunakan untuk mendeteksi danya H2SO4 pada efluen, di
mana NaOH akan bereaksi dengan H2SO4 membentuk garam dan
air sesuai dengan prinsip kerja titrasinya, yaitu titrasi asam-basa. Indikator
yang digunakan adalah indikator PP, karena reaksi antara NaOH dan H2SO4
akan menghasilkan garam basa sehingga diperlukan indikator yang akan
menghasilkan perubahan warna pada suasana basa. Dengan trayek pH 8,2-10,
indikator PP merupakan indikator yang sesuai untuk perlakuan ini. Titik akhir
titrasi tercapai ketika terjadi perubahan warna larutan menjadi merah muda.
Titik akhir titrasi adalah titik di mana terjadi perubahan warna pada
indikator. Titik akhir titrasi tercapai setelah titik equivalen tercapai. Titik
equivalen adalah titik di mana jumlah mol titran sama dengan jumlah mol titrat
(Polling, 1986). Setelah titik akhir titrasi tercapai, volume titran NaOH yang diperoleh
adalah 0,2 mL, sehingga kapasitas resinnya adalah sebesar 0,02 meq/gram.
Kapasitas resin penukar ion berguna untuk memperkirakan banyaknya resin yang
dibutuhkan utnuk suatu penetapan atau suatu pemisahan. Hal ini berarti resin
penukar kation yang dibutuhkan untuk pemisahan ini adalah sebanyak 0,02 meq per
gram resin.
Pada perlakuan titrasi ini, reaksi yang terjadi
adalah:
H2SO4 + 2NaOH ® Na2SO4
+ 2H2O
Perlakuan kedua, pemisahan dengan menggunakan resin
penukar anion. Resin penukar anion adalah resin yang pada gugus fungsionalnya
memiliki ion negatif (anion) yang ditukarkan. Langkah kerja yang dilakukan sama
dengan yang dilakukan pada resin penukar kation, namun pada perlakuan ini
larutan yang ditambahkan menggunakan corong pisah adalah larutan NaNO3.
Efluen yang akan terbentuk adalah NaCl, karena ion NO3-
dari larutan NaNO3 akan bertukar dengan gugus Cl dari resin anion
pada kolom resin untuk mencapai kestabilan karena perbedaan
keelektronegatifannya. Unsur dengan keelektronegatifan tinggi memiliki
kemampuan untuk berikatan dengan atom lain yang besar dalam ikatan kimia. Ion
Cl- lebih elektronegatif dari NO3- sehingga
perbedaan keelektronegatifan antara Cl- dan Na+ lebih
besar daripada perbedaan keelektronegatifan antara NO3-
dan Na+. Maka Na+ lebih cenderung membentuk ikatan dengan
Cl-.
Kemudian, efluen yang diperoleh dititrasi
menggunakan larutan AgNO3 0,1 M dengan indikator K2CrO4.
Titrasi ini merupakan titrasi argentometri atau titrasi pengendapan, di mana
titik akhir titrasi dengan indikator K2CrO4 ditunjukkan
dengan terbentuknya endapan putih AgCl. Menurut Underwood (1989), pembentukan
suatu endapan dapat digunakan untuk mengindikasi selesainya sebuah titrasi
pengendapan. Selain itu menurut G. Svehla (1985), perak merupakan logam putih
yang dapat ditempa dan dilihat. Logam perak tidak dapat larut dalam asam
klorida melainkan akan membentuk suatu endapan putih perak klorida, sebab perak
memiliki kerapatan yang tinggi yaitu 10,5 gram/ml dan dapat melebur pada suhu
960,5oC.
Setelah terbentuk endapan putih, diperoleh volume
titran AgNO3 yang digunakan adalah 0,1 mL dengan kapasitas resin
sebesar 0,01 meq/gram. Hal ini menunjukkan dalam1 gram
resin anion seanyak 0,01 meq anion ditukarkan.
Reaksi yang terjadi pada titrasi ini adalah:
AgNO3 + NaCl ®
AgCl¯
+ NaNO3
VI. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Resin
penukar ion adalah suatu bahan padat yang memiliki bagian (ion positif atau
negatif) tertentu yang bisa dilepas dan ditukar dengan bahan kimia dari luar.
Resin penukar ion tebagi 2, yaitu resin penukar kation dan resin penukar anion.
2. Pada
resin penukar kation, kation yang ditukarkan adalah Na+ dari Na2SO4
yang bertukar dengan kation H+ dari resin kaion, menghasilkan H2SO4.
Setelah dititrasi dengan NaOH kembali menghasilkan Na2SO4
dan H2O.
3. Pada
resin penukar anion, anion yang ditukarkan adalah NO3-
dari NaNO3 yang bertukar dengan anion Cl- dari resin
anion, menghasilkan NaCl. Setelah dititrasi dengan AgNO3 kembali
menghasilkan NaNO3 dan endapan putih AgCl.
4. Kapasitas
resin penukar ion berguna untuk memperkirakan banyaknya resin yang diperlukan
untuk suatu penetapan atau suatu pemisahan.
5.
Kapasitas resin penukar kation dalam
percobaan ini adalah 0,02 meq/gram, sedangkan kapasitas
resin penukar anion adalah 0,01 meq/gram.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2007. Penyisihan kesadahan
dengan metode penukar ion. Laboratorium Operasi Teknik Kimia – FT UNTIRTA. Banten.
Anonim.
2013. Resin Penukar Ion. http://brown13zt.blogspot.com. Diakses pada 24 November 2013. Palu.
Bassett, J. dkk. 1994. Buku
Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Kedokteran EGC. Jakarta.
Harjadi, W. 1993. Ilmu
Kimia Analitik Dasar. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Khopkar. 1990. Konsep
Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Lestari , D. E . Utomo,
S. B. 2007. Karakteristik Kinerja Resin Penukar Ion Pada Sistem Air Bebas Mineral (GCA01)
RSG-GAS. Pusat Reaktor Serba Guna-BATAN. Banten.
Polling,
C. 1986. Ilmu Kimia. Erlangga.
Jakarta.
Svehla. 1985. Analisis
Kualitatif Anorganik Makro dan SemiMikro. PT Kalman Media Pusaka. Jakarta.
Underwood, A.L., dan Day
R. A. 1989. Analisis
Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Erlangga. Jakarta.
Itu rumusnya ngga bisa dibuka mbak..
BalasHapusBisa dijelaskan lagi ngga perhitungannya?