PERCOBAAN II
PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI
I.
Tujuan
Percobaan
Menentukan
koefisien distribusi zat terlarut (NaOH) dalam sistem n-Heksan air berdasarkan
ekstraksi pelarut.
II.
Tinjauan
Pustaka
Jenis metode
pemisahan ada berbagai macam, di antaranya yang paling baik dan populer adalah
ekstraksi pelarut atas ekstraksi air. Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi
suatu zat terlarut (solut) di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur,
seperti benzen, karbon tetraklorida atau kloroform, dengan batasan zat terlarut
dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut. Alat yang
digunakan dapat berupa corong pemisah (paling sederhana), alat ekstraksi
Soxhlet, sampai yang paling rumit, berupa alat “Counter Current Craig”. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk
pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik.
Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari
larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur
dengan air. Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya
dengan menggunakan pelarut (Triyas, 2012).
Ekstraksi adalah
pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut
antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut
tersebut dari suatu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan
padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan
dengan metode pemisahan mekanis atau termis. Misalnya saja, karena komponennya
saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat
fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah
(Rahayu, 2009).
Partisi zat-zat
terlarut antara dua cairan yang tidak dapat campur menawarkan banyak
kemungkinan untuk pemisahan analitis. Bila suatu zat terlarut membagi diri
antara dua cairan yang tidak dapat campur, ada suatu hubungan yang pasti antara
konsentrasi zat terlarut dalam dua fasa pada kesetimbangan. Suatu zat terlarut
akan membagi dirinya antara dua cairan yang tidak dapat campur. Semedikian rupa
sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta pada
temperatur tertentu (Underwood, 1998).
Bila senyawa
organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya akan lengkap. Namun, nyatanya,
banyak senyawa organik, khususnya asam dan basa organik dalam derajat tertentu
larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk
memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk
dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda diizinkan untuk menggunakan sejumlah
tertentu pelarut. Daripada anda menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu
kali ekstraksi, lebih baik anda menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk
beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut
tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik. Alasannya
dapat diberikan dengan menggunakan hukum partisi (Takeuchi, 2009).
Cukup
diketahui berbagai zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut
tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih
dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida. Lagipula,
bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, eter dan air,
dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka
kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan seperti itu
dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida dan air) atau
setengah-campur (eter dan air), bergantung apakah satu ke dalam yang lain
hampir tak dapat larut atau setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu
campuran karbon disulfida dan air kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi
dalam kedua pelarut. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam
karbon disulfida dan larutan iod dalam air (Svehla,1985).
Tiga metode dasar
pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap, ekstraksi kontinyu, dan
ekstraksi counter current. Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada pada
banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah
ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit
(Annisa, 2008).
Menurt Soebagio
(2010), menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut
maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut
organik dan air. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke
dalam dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan terpisah.
Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan
merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan
distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan
berbagai rumus sebagai berikut :
KD = C2/C1
atau KD = Co/Ca
Dari rumus tersebut jika harga KD besar, solute secara
kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organik
begitu pula sebaliknya. Rumus tersebut hanya berlaku bila:
a. Solute
tidak terionisasi dalam salah satu pelarut
b. Solute tidak berasosiasi dalam
salah satu pelarut
c. Zat
terlarut tidak dapar bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi-
reaksi lain.
Angka banding distribusi menyatakan perbandingan konsentrasi total zat
terlarut dalam pelarut organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air). Untuk
keperluan analisis kimia angka banding distribusi (D) akan lebih bermakna
daripada koefisien distribusi (KD). Pada kondisi ideal dan tidak
terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi, maka harga KD sama
dengan D (Triyas, 2012).
III. Alat dan Bahan
3.1. Alat
Alat-alat
yang digunakan pada percobaan ini yaitu gelas ukur 15 mL, corong pisah 50 mL,
buret 25 mL, erlenmeyer 50 mL, corong kaca, klem dan statif, pipet tetes dan
gelas kimia 100 mL.
3.2. Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan pada percobaan ini yaitu larutan n-Heksana, larutan NaOH 0,1 N,
indikator PP, dan larutan HCl 0,1 N.
IV. Prosedur Kerja
Perlakuan
pertama yaitu mengambil larutan NaOH 0,1 N sebanyak 12,5 mL, memasukkannya ke
dalam corong pemisah 50 mL, kemudian menambahkan 12,5 mL larutan n-Heksana,
mengocok dengan kuat dan membiarkan cairan terpisah. Setelah kedua cairan
terpisah, membiarkan selama 20-30 menit. Selanjutnya, memisahkan kembali kedua
cairan dengan cara membuka cepat corong pemisah, sehingga akan menghasilkan fraksi
NaOH dalam air dalam n-Heksana.
Perlakuan
selanjutnya, mengambil 5 mL fraksi NaOH dalam air, menitrasi dengan HCl 0,1 N
dengan menggunakan indikator PP. Menghitung konsentrasi NaOH yang terdapat
dalam larutan (a). Selanjutnya, mengambil 5 mL larutan NaOH 0,1 N, menitrasi
dengan HCl 0,1 N dengan menggunakan indikator PP, lalu menghitung konsentrasi
NaOH dalam larutan awal (b).
Perlakuan terakhir yaitu menentukan koefisien distribui
(Kd) berdasarkan persamaan berikut :
Kd = atau Kd =
V. Hasil dan Pembahasan
5.1. Hasil Pengamatan
No.
|
Volume titran (HCl)
|
Keterangan
|
1.
|
6,0 mL
|
(NaOH)air + indikator PP
|
2.
|
5,7 mL
|
(NaOH)org + indikator PP
|
5.2. Analisa Data
Diketahui : M HCl = 0,1 N
Vol. (NaOH)air = 5 mL
Vol. (NaOH)org = 5 mL
Vol. (HCl)air = 6,0 mL
Vol. (HCl)org = 5,8 mL
Ditanya : Kd = ... ?
Penyelesaian :
a.
Konsentrasi
NaOH awal
[NaOH]air
=
=
= 0,12 N
b.
Konsentrasi
NaOH dalam air dan n-heksan
[NaOH]org
=
=
= 0,116 N
c.
Koefisien
Distribusi
Kd =
=
= 0,96
5.3
Pembahasan
Ekstraksi adalah
pemisahan berdasarkan distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu
antara 2 pelarut yang tidak saling bercampur. Dalam ekstraksi dikenal istilah
koefisien distribusi, yaitu perbandingan konsentrasi zat dalam dua pelarut yang
tidak saling campur.
Percobaan ini
bertujuan untuk menentukan koefisien distribusi zat terlarut (NaOH) dalam
sistem n-Heksan air berdasarkan ekstraksi pelarut, di mana sampel NaOH
diharapkan dapat terpisah dalam salah satu pelarut. Ekstraksi pelarut adalah
ekstraksi yang menggunakan dua fase cair yang berperan sebagai pelarut, dalam
hal ini n-Heksan dan air.
Perlakuan pertama
dalam percobaan ini yaitu memasukkan NaOH 0,1 N dan larutan n-Heksan ke dalam
corong pisah masing-masing 12,5 mL, kemudian mengocoknya dengan kuat agar kedua
larutan dapat tercampur secara sempurna sehingga terjadi kesetimbangan
konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan larutan tersebut.
Kemudian kedua larutan dalam corong pisah tersebut didiamkan selama 20 menit,
dengan tujuan untuk memisahkan NaOH dalam air dan NaOH dalam n-Heksan, ditandai
dengan terbentuknya 2 lapisan pada larutan. Pada lapisan yang terbentuk,
lapisan atas merupakan larutan NaOH dalam n-Heksan sedangkan lapisan bawah
merupakan larutan NaOH dalam air. Pada perlakuan ini n-Heksan berperan sebagai
pelarut organik, sehingga menghasilkan lapisan NaOH dalam n-Heksan.
Terbentuknya dua lapisan dikarenakan adanya perbedaan berat jenis dari kedua
pelarut yang digunakan. Menurut Rahma (2012), berat jenis larutan n-Heksan
yaitu 0,659 g/cm3, lebih rendah dibandingkan
dengan berat jenis air yaitu 1 g/cm3 sehingga
larutan NaOH dalam n-Heksan berada pada lapisan bagian atas dan larutan NaOH
dalam air berada pada lapisan bagian bawah. Kedua lapisan ini kemudian
dipisahkan dengan membuka tutup corong pisah, sehingga diperoleh fraksi NaOH
dalam air dalam n-Heksan.
Setelah itu,
sebanyak 5 mL larutan yang telah dipisahkan tadi dititrasi menggunakan larutan
HCl 0,1 N dengan indikator PP. Penggunaan indikator PP bertujuan untuk
menunjukkan titik akhir titrasi, yaitu terbentuknya larutan bening atau
hilangnya warna merah muda pada larutan. Indikator yang digunakan adalah
indikator fenolftalein karena titrasi yang dilakukan adalah titrasi asam-basa
(titrasi penetralan), di mana trayek pH indikator PP adalah 8,2-10,0, dengan
perubahan warna bening-merah muda (Polling, 1986). Titrasi NaOH dengan larutan
HCl ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi total NaOH 0,1 N yang akan
terdistribusi pada pelarut organik dan air. Pada titrasi ini diperoleh volume
HCl yang digunakan adalah 5,8 mL dan konsentrasi NaOH dalam air dalam n-Heksan
adalah 0,116 N.
Perlakuan
selanjutnya yaitu menitrasi 5 mL larutan NaOH dengan HCl 0,1 N menggunakan
indikator PP. Tujuan dari titrasi ini yaitu untuk mengetahui konsentrasi NaOH
dalam larutan awal. Setelah terjadi perubahan warna larutan dari merah muda
menjadi bening, diperoleh volume HCl yaitu 6,0 mL dan konsentrasi NaOH awal
yang diperoleh yaitu 0,12 N.
Dari hasil yang
diperoleh, dapat dilihat bahwa volume HCl yang digunakan dalam menitrasi NaOH
dalam air dalam n-Heksan lebih kecil daripada volume HCl dalam titrasi NaOH
awal. Perbedaan volume HCl dalam proses titrasi ini disebabkan oleh NaOH pada
fase air sudah terdistribusi dalam larutan n-Heksan. Distribusi n-Heksan dalam
NaOH ini menyebabkan konsentrasi NaOH berkurang, sehingga volume HCl yang
digunakan untuk menitrasi larutan NaOH fase air (awal) lebih besar daripada
volume HCl yang digunakan untuk menitrasi fraksi NaOH dalam air dalam n-Heksan
atau dengan kata lain untuk menetralkan NaOH yang terdistribusi dalam n-Heksan
diperlukan HCl yang lebih sedikit.
Berdasarkan
konsentrasi NaOH awal dan konsentrasi NaOH dalam air dalam n-heksan, diperoleh
nilai koefisien distribusi sebesar 0,96. Menurut Anita (2011), jika koefisien
distribusi <1, berarti NaOH lebih banyak terdistribusi dalam air; jika
koefisien distribusi =1, berarti jumlah NaOH yang terdistribusi dalam air
setara dengan jumlah NaOH yang terdistribusi dalam n-Heksan; jika koefisien
distribusi >1, berarti NaOH lebih banyak terdistribusi dalam n-heksan. Maka,
dapat dikatakan dalam percobaan ini NaOH lebih banyak terdistribusi dalam air
dibandingkan dalam n-Heksan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien
distribusi yang nilainya lebih dari 1.
VI.
Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa:
1.
Koefisien
distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat terlarut dalam dua
pelarut yang tidak saling bercampur.
2.
Ekstraksi
pelarut merupakan ekstraksi yang menggunakan dua fase cair yang berperan
sebagai pelarut.
3.
Volume
HCl yang digunakan pada titrasi NaOH dalam air dalam n-Heksan yaitu sebesar 5,8
mL dengan konsentrasi NaOH 0,116 N, sementara volume HCl yang digunakan untuk
titrasi NaOH awal yaitu sebesar 6,0 mL dengan konsentrasi NaOH awal 0,12 N.
4. Koefisien distribusi NaOH yang diperoleh
yaitu 0,96. Hal ini menunjukkan bahwa NaOH lebih banyak terdistribusi dalam air
dibandingkan dalan n-Heksan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anita. 2011. Penentuan Koefisien Distribusi. http://moslem-chemist.blogspot.com/2011/12/laporan-praktikum-penentuan-koefisien_24.html.
Diakses pada tanggal 15 November 2013.Palu.
Annisa.
2008. Pemisahan Campuran yang Tidak
Saling Bercampur. http://annisanfushie.wordpress.com/2008/12/16/pemisahan-campuran-yang-tidak-saling-campur.html. Diakses pada tanggal 15 November
2013.Palu.
Polling, C. 1986. Ilmu Kimia.
Erlangga. Jakarta.
Rahayu,
Suparni S. 2009. Ekstraksi. http://www.chem-is-try.org/materi-kimia/kimia_industri/teknologi_proses/ekstraksi.html.
Diakses pada tanggal 15 November
2013. Palu.
Rahma, Aisyah. 2012. Penentuan
koefisien Distribusi. http:// jurnalilmiahfarmasi .blogspot.com. Diakses pada 15 November 2013. Palu.
Soebagio,
dkk. 2000. Kimia Analitik II (JICA). Universitas Negeri Malang. Malang.
Svehla,
G. 1985. VOGEL : Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima. PT Kalman Media
Pusaka. Jakarta.
Takeuchi,
Yoshito. 2009. Metode Pemisahan Standar. http://www.chem-is-try.org
materikimia/kimia_dasar/pemurnian_material/metode_pemisahan_standar/. Diakses pada tanggal 15 November
2013.Palu.
Triyas.
2012. Koefisien Distribusi. http://triyasrahayu.blogspot.com/2012/02/
praktikum-kimia-analitik-koefisien.html. Diakses pada tanggal 15 November 2013. Palu.
Underwood, A. L dan Day A. R. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.
Erlangga. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar