PERCOBAAN
III
PEMISAHAN
PIGMEN DALAM TINTA
I.
Tujuan Percobaan
Untuk memisahkan dan mengidentifikasi zat warna
dalam tinta secara kromatografi dengan kapur tulis.
II. Tinjauan
Pustaka
Istilah kromatografi berasal dari kata latin chroma berarti warna dan graphien berarti menulis. Kromatografi pertama
kali diperkenalkan oleh Michael Tswestt (1903) seorang ahli botani Rusia.
Michael Tswestt dalam percobaannya berhasil memisahkan klorofil dan
pigmen-pigmen warna lain dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk
kalsium karbonat (CaCO3). Hasilnya berupa pita-pita berwarna yang
terlihat sepanjang kolom sebagai hasil pemisahan komponen-komponen dalam
ekstrak tumbuhan. Dari pita-pita berwarna tersebut muncul istilah kromatografi
yang berasal dari kata “chroma” dan “graphein” (Alimin, 2009).
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, di
mana komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan di antara dua fasa,
salah satu fasa tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan permukaan yang
luas, yang lainnya sebagai fluida yang mengalir lembut di sepanjang landasan
stasioner. Fasa stasioner bisa berupa padatan maupun cairan, sedangkan fasa
bergerak bisa berupa cairan maupun gas (Day, R.A., 1999).
Metode
pemisahan kromatografi didasarkan pada perbedaan distribusi molekul-molekul
komponen di antara dua fase (fase gerak dan fase diam) yang kepolarannya
berbeda. Apabila molekul-molekul komponen berinteraksi secara lemah dengan fase
diam maka komponen tersebut akan bergerak lebih cepat meninggalkan fase diam.
Keberhasilan pemisahan kromatografi bergantung pada daya interaksi
komponen-komponen campuran dengan fase diam dan fase gerak. Apabila dua atau
lebih komponen memiliki daya interaksi dengan fase diam atau fase gerak yang
hampir sama maka komponen-komponen tersebut sulit dipisahkan (Hendayana, 1994).
Menurut
Mulja (1995), berdasarkan asas terjadinya proses pemisahan maka kromatografi
dibedakan menjadi 4, yaitu:
1.
Kromatografi
dengan asas adsorpsi
Kromatografi
jenis ini menggunakan fasa diam padat dan fasa gerak cair atau gas. Pemisahan komponen-komponennya
akan sangat bergantung pada perbedaan polaritas molekul-molekul yang akan
dipisahkan.
2.
Kromatografi
dengan asas partisi
Kromatografi
jenis ini memakai fasa diam cair dan fasa gerak cair. Pemisahan komponen-komponen
akan sangat tergantung pada perbedaan Kd (Koefisien distribusi) molekul-molekul
yang dipisahkan.
3.
Kromatografi
dengan asas filtrasi
Kromatografi
jenis ini memakai fasa padat yang mempunyai sifat filtrasi terhadap komponen
yang mempunyai massa molekul relatif (Mr) yang tinggi dan fasa padat tersebut
dimiliki oleh gel atau sejenisnya sedangkan fasa geraknya adalah cairan.
Kromatografi dengan dasar filtrasi ini sangat dipengaruhi oleh perbedaan bentuk
(struktur dan ukuran molekul).
4.
Kromatografi
dengan asas suhu kritik
Pada
dasarnya merupakan pengembangan dari kromatografi gas, sebagai fasa mobil
dipakai CO2 dalam keadaan superkritik. Secara teori, pemisahan
kromatografi yang paling baik akan diperoleh jika fase diam mempunyai luas
permukaan sebesar-besarnya sehingga terjadi keseimbangan yang baik antara fase
gerak dan fase diam. Persyaratan kedua agar pemisahan baik adalah fase gerak
bergerak dengan cepat sehingga difusi yang terjadi sekecil-kecilnya. Untuk
memperoleh permukaan fase diam yang luas, maka penyerap atau fase diam harus
berupa serbuk halus. Sedangkan untuk memaksa fase gerak bergerak cepat melalui
fase diam yang berupa serbuk halus, harus digunakan tekanan tinggi. Persyaratan
tersebut menghasilkan teknik high pressure liquid chromatography, yang
selanjutnya lebih dikenal sebagai high performance liquid chromatography
(HPLC) atau kromatografi cair kinerja tinggi.
Menurut Sulistiani (2013), berdasarkan teknik kerja yang
digunakan, kromatografi terbagi atas:
1.
Kromatografi
kertas
Kromatografi
kertas adalah
kromatografi yang menggunakan kertas selulosa murni yang mempunyai afinitas
besar terhadap air atau pelarut polar lainnya. Kromatografi kertas digunakan untuk memisahkan
campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya.
· Prinsip kerja
kromatografi kertas
Pelarut
bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen
bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada
perbedaan bercak warna.
· Cara
penggunaan kromatografi kertas
§ Kertas
yang digunakan adalah Kertas Whatman No.1.
§ Sampel diteteskan pada garis dasar kromatografi kertas.
§ Kertas digantungkan pada wadah yang berisi pelarut dan terjenuhkan oleh
uap pelarut.
§ Penjenuhan udara dengan uap, menghentikan penguapan pelarut sama halnya
dengan pergerakan pelarut pada kertas.
2.
Kromatografi
kolom
Kromatografi kolom adalah
kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen
dalam campuran.
· Prinsip kerja kromatografi kolom
Didasarkan pada absorbsi komponen2 campuran dengan
afinitas berbeda terhadap permukaan fase diam. Absorben bertindak sebagai fase diam dan fase geraknya adalah
cairan yang mengalir membawa komponen campuran sepanjang kolom. Sampel yang
mempunyai afinitas besar
terhadap absorben akan secara selektif tertahan dan afinitasnya paling kecil
akan mengikuti aliran pelarut.
· Cara penggunaan kromatografi kolom
Sampel yang
dilarutkan dalam sedikit pelarut, dituangkan melalui atas kolom dan dibiarkan
mengalir ke dalam adsorben (bahan penyerap). Komponen
dalam sampel diadsorbsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penyerap
berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Dengan
penambahan pelarut secara terus menerus, masing-masing komponen akan bergerak
turun melalui kolom dan akan terbentuk pita yang setiap zona berisi satu macam
komponen.
Setiap zona
yang keluar kolom dapat ditampung dengan sempurna sebelum zona yang lain keluar
kolom.
3.
Kromatografi
lapis tipis
Kromatografi
lapis tipis (KLT) adalah cara
pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya
yang digunakan.
Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk memisahkan
senyawa-senyawa yang
sifatnya hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan
kromatografi kertas.
· Prinsip kerja kromatografi
lapis tipis
KLT
menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah
lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika
(atau alumina) merupakan fase diam. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut
yang sesuai.
Pelaksanaan ini biasanya dalam pemisahan warna yang merupakan gabungan
dari beberapa zat pewarna.
· Cara Penggunaan kromatografi
lapis tipis
Pada cara penggunaan KLT hampir sama dengan penggunaan
Kromatografi kertas, hanya saja pada KLT fase diamnya menggunakan plat gelas/
logam/ Aluminium foil sedangkan pada kromatografi kertas menggunakan kertas
saring.
4.
Kromatografi
gas
Kromatografi gas adalah proses pemisahan campuran menjadi
komponen- komponennya dengan menggunakan gas sebagai fase bergerak yang
melewati suatu lapisan serapan (sorben) yang diam.
· Prinsip
kerja kromatografi gas
Gas pembawa (biasanya menggunakan
helium, argon / nitrogen) dengan tekanan tertentun dialirkan secara konstan
melalui kolom yang berisi fase diam. Komponen sampel akan terabsorbsi oleh fase diam dengan
kecepatan berbeda.
· Cara penggunaan kromatografi gas
Sampel diinjeksikan ke injektor yang
suhunya telah diatur.
Setelah sampel menjadi uap, akan dibawa oleh aliran gas pembawa menuju
kolom.
Sehingga komponen akan terabsorbsi oleh fase diam sampai terjadi
pemisahan.
Komponen yang terpisah menuju detektor akan menghasilkan sinyal listrik
yang besarnya proporsional.
Sinyal listrik tersebut akan diperkuat oleh amplifier. Kromatogram akan dicatat
oleh rekorder berupa puncak.
Faktor retardasi (Rf) merupakan parameter karakteristik
kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga Rf merupakan ukuran
kecepatan migrasi suatu komponen pada kromatogram dan pada kondisi tetap
merupakan besaran karakteristik dan reproduksibel. Rf didefinisikan sebagai
perbandingan jarak yang ditempuh komponen terhadap jarak yang ditempuh pelarut
(fase bergerak) (Yasid, 2005).
III. Alat
dan Bahan
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain
gelas kimia, kaca arloji, pensil dan penggaris.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain
tinta hitam, tinta merah, tinta biru, eluen (etanol 95%-air = 1:1) dan kapur
tulis.
IV. Prosedur
Kerja
Meneteskan satu tetes tinta hitam dengan jarak ± 1
cm dari ujung bawah pada kapur tulis, mengusahakan bintik tersebut sekecil
mungkin (± 2mm). Mengulangi perlakuan tersebut dengan menggunakan tinta merah
dan tinta biru pada kapur tulis lainnya. Kemudian meletakkan ketiga kapur tulis
tersebut di atas larutan dalam gelas kimia yang berisi campuran eluen. Bagian
kapur yang ada bintiknya harus ada di bawah, namun tidak sampi tercelup eluen.
Setelah itu menutup gelas kimia dengan kaca arloji. Selanjutnya mengeluarkan
kapur tersebut setelah eluen merambat naik sampai hampir di ujung kapur tulis,
dan memberi batas eluen lalu mengeringkannya di udara. Mengamati hasilnya dan
menghitung Rf-nya.
V. Hasil
dan Pembahasan
5.1 Hasil
Pengamatan
No.
|
Kromatografi
Kapur Tulis
|
|||
Jenis
Tinta
|
Eluen
|
Analit
|
Rf
|
|
1
|
Tinta hitam
|
6,1
cm
|
6
cm
|
0,98
|
2
|
Tinta merah
|
6,0
cm
|
3,6
cm
|
0,52
|
3
|
Tinta biru
|
6,3
cm
|
3,3
cm
|
0,52
|
5.2 Analisis
Data
Diketahui:
Jarak analit:
·
Tinta hitam = 6 cm
·
Tinta merah = 3,1 cm
·
Tinta biru = 3,3 cm
Jarak
eluen:
·
Tinta hitam = 6,1 cm
·
Tinta merah = 6,0 cm
·
Tinta biru = 6,3 cm
Ditanya: Rf tinta hitam, tinta
merah dan tinta biru = ....?
Penyelesaian:
Rf (Retordation Factor/Rate of
Flow)
= 0,98
= 0, 52
= 0,52
5.3 Pembahasan
Kromatografi merupakan pemisahan berdasarkan
kecepatan migrasi melalui fase diam (stationer phase) yang dibawa oleh fase
gerak (mobile phase). Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari
substansinya menjadi komponen-komponennya. Kromatografi mempunyai dua fase
yaitu fase diam dan fase gerak. Apabila fase diamnya zat padat disebut
kromatografi serapan, dan jika fase diamnya zat cair disebut kromatografi
partisi.
Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan dan
mengidentifikasi pigmen dalam tinta dengan menggunakan metode kromatografi
kapur tulis. Ada 3 macam tinta yang digunkan, yaitu tinta hitam, tinta merah
dan tinta biru.
Percobaan ini menggunakan metode kromatografi
serapan (absorbsi), di mana kapur tulis bertindak sebagai fase diam dan eluen
(etanol 95%-air = 1:1). Sebagai fae geraknya, dengantinta ebagai analit.
Prinsip kerjanya didasarkan pada absorbsi komponen-komponen campuran dengan
afinitas berbeda terhadap permukaan fase diam. Absorben bertindak sebagai fase
diam dan fase geraknya adalah cairan yang mengalir membawa komponen campuran
sepanjang absorben. Sampel yang mempunyai afinitas besar terhadap absorben akan
secara selektif tertahan dan afinitasnya paling kecil akan mengikuti aliran
pelarut (Sulistiani, 2013). Afinitas merupakan kecenderungan suatu unsur atau
senyawa untuk membentuk ikatan kimia dengan unsur atau senyawa lain.
Langkah awal yang dilakukan pada percobaan ini yaitu
mengukur jarak 1 cm pada tiap ujung kapur. Digunakan 3 buah kapur pada
percobaan ini, sesuai banyaknya jenis tinta yang akan digunakan. Pengukuran ini
bertujuan untuk mengetahui jarak eluen pada masing-masing kapur, yaitu jarak
antara kedua garis pada ujung kapur yang telah diukur tadi. Setelah itu
meneteskan masing-masing tinta pada kapur tulis, yaitu pada bagian garis yang
telah dibuat tadi. Titik yang dibuat harus sekecil mungkin (± 2 mm), agar pada
saat perambatan, analit yang terbawa oleh eluen tidak berhamburan sehingga
pengukuran jarak analit lebih mudah dilakukan (Kasman, 2010). Kemudian ketiga
kapur yang telah ditetesi tinta yang berbeda tersebut dimasukkan dalam ebuah
gelas kimia berisi eluen. Kapur dimasukkan dari bagian ujung bawahnya, namun
tinta tidak boleh tercelup ke dalam eluen karena jika tercelup tinta akan
langsung larut. Setelah itu didiamkan hingga eluen merambat sampai hampir di
ujung kapur. Pada saat melakukan pendiaman, gelas kimia ditutup, dengan tujuan
untuk menjenuhkan atmosfer dalam gelas kimia oleh uap pelarut/eluen. Penjenuhan
udara dalam gelas kimia menghentikan penguapan pelarut, dikarenakan eluen yang
digunakan merupakan campuran senyawa organik yang mudah menguap (Kasman, 2010).
Pada metode kromatografi, terdapat 2 buah gaya merambat, yaiut gaya gravitasi
dan gaya kapiler. Perlakuan ini melibatkan gaya merambat kapiler, yaitu gaya
merambat ke atas yang terjadi pada eluen dengan membawa molekul analit.
Kemudian kapur dikeluarkan dari gelas kimia dan dikeringkan, agar batas
perambatan tinta lebih mudah diamati. Sealanjutnya jarak analit (jarak
perambatan tinta) diukur lalu dihitung Rf-nya dengan rumus:
Nilai
Rf digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga
menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf
sering juga disebut faktor retensi.
Dari hasil perhitungan maka diperoleh nilai Rf untuk
tinta hitam dengan jarak analit 6 cm dan jarak eluen 6,1 cm yaitu 0,98, tinta
merah dengan jarak analit 3,1 cm dan 6,0 cm yaitu 0,52, sedangkan untuk tinta
biru dengan jarak analit 3,3 cm dan jarak eluen 6,3 cm yaitu 0,52.
Hasil tersebut menunjukkan panjang ukuran noda
(analit) berbanding lurus dengan nilai Rf. Dengan kata lain, semakin panjang
ukuran noda analit maka semakin besar pula nilai Rf yang diperoleh. Nilai Rf
yang sama menunjukkan karakteristik yang sama antara kedua analit. Menurut Day,
R.A (1999), faktor yang mempengaruhi daya serap absorben yaitu sifat komponen,
sifat absorben dan temperatur. Jika semua faktor lainnya sama, semakin polar
suatu komponen/senyawa maka semakin kuat senyawa tersebut akan diabsorbsi; jika
faktor-faktor lain sama, berat molekul yang besar menyebabkan absorbsi; semakin
polar zat pelarut, semakin besar kecenderungannya untuk menguji tempat-tempat
pada permukaan yang diperebutkan dengan zat terlarut, dan oleh sebab itu zat
terlarut akan kurang diabsorbsi. Absorben-absorben yang paling lazim adalah zat
padat yang secara kasar dapat dikarakterisasi sebagai polar. Absorben-absorben
seperti itu memperlihatkan afinitas yang tinggi terhadap zat terlarut polar,
terutama jika polaritas dari zat terlarut tersebut rendah. Selain itu juga
dapat dipengaruhi afinitas analit, di mana analit dengan afinitas besar akan
lebih banyak tertahan sehingga nilai Rf kecil. Untuk temperatur, daya serap
meningkat seiring dengan menurunnya temperatur.
Menurut Clark (2012), nilai Rf untuk tinta dengan
eluen etanol yaitu 0,5-0,8. Hasil yang diperoleh pada tinta merah dan biru sudah
sesuai, namun nilai Rf pada tinta hitam tidak sesuai, kemungkinan dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang telah disebutkan di atas.
Selain kromatografi dengan kapur tulis, juga
terdapat metode kromatografi lainnya, yaitu kromatografi kertas. Menurut
Khlepone (2012), kromatografi kertas adalah salah satu pengembangan
kromatografi partisi (kromatografi cair-cair) yang menggunakan kertas sebagai
padatan pendukung fase diam. Dalam kromatografi kertas fase diam didukung oleh
suatu zat padat berupa bubuk selulosa. Fase diam merupakan zat cair yaitu
molekul H2O yang terabsorbsi dalam selulosa kertas, sedangkan fase
garak berupa campuran pelarut yang akan mendorong senyawa untuk bergerak di
sepanjang kolom kapiler. Menurut Hendayana (1994), dibandingkan dengan
kromatografi dengan kapur tulis, metode kromatografi kertas memiliki kelebihan.
Selain karena metodenya sederhana dan lebih mudah dilakukan, penerapan
kromatografi kertas sangat luas, mengingat banyak sekali senyawa polar yang
dapat dipisahkan dengan teknik ini, dan faktor kapasitas dan selektivitasnya
dapat diatur dengan memanipulasi komposisi fase gerak dalam air.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Kromatografi
adalah proses pemisahan berdasarkan kecepatan migrasi melalui fase diam yang
dibawa oleh fase gerak.
2. Kromatografi
dengan kapur tulis merupakan kromatografi serapan dengan fase diam zat padat
dan fase geraknya zat cair, dalam percobaan ini fase diamnya kapur tulis dengan
fase gerak eluen (etanol 95%-air = 1:1).
3. Rf
atau faktor retardasi/faktor retensi adalah perbandingan antara jarak yang
ditempuh analit dengan jarak yang ditempuh eluen.
4. Nilai
Rf yang diperoleh untuk tinta hitam, merah dan biru berturut-turut adalah 0,98;
0,52; dan 0,52.
5. Jika
dibandingkan dengan kromatografi kapur tulis, kromatografi kertas memiliki kelebihan,
di antaranya waktu pengerjaannya lebih cepat dan sederhana.
DAFTAR PUSTAKA
Alimin. 2009. Kimia Analitik. UIN Alauddin. Makassar.
Clark, Jim. 2012. Kromatografi Kapur Tulis. http://yvnz.blogspot.com. Diakses pada 14 November
2013. Palu.
Day, R.A dan A.L Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga.
Jakarta.
Hendayana, Sumar. 1994. Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern. PT
Remaja Rosdakarya. Bandung.
Kasman. 2010. Fotometrik. SMAK. Makassar.
Khlepone. 2012. Mengenal
Kromatografi. http//bisakimia.com. Diakses pada 14 November 2013. Palu.
Mulja. 1995. Kimia
Analitik. Erlangga. Jakarta.
Sulistiani, eva. 2013. Kromatografi. http://evasulistiani.blogspot.com.
Diakses pada 14 November 2013. Palu.
Yasid, Estien. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. ANDI. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar